Rabu, 25 Mei 2011

Dalam Urusan Cinta, Pria Lebih Menderita

SEBAGIAN dari kita beranggapan pria lebih santai dalam menghadapi urusan percintaan. Namun, sebuah studi menunjukkan sebenarnya kaum adam lebih rentan terhadap dampak dari naik turunnya sebuah hubungan percintaan ketimbang kaum hawa.

Robin Simon dari Universitas Wake Foresl dan Anne Barrett dari Universitas Negara Bagian Florida, AS, menganalisis hasil survei dari 1.611 pria dan perempuan berusia IK-2T tahun. Awalnya, Simon dan Barrett menemukan perempuan cenderung mengalami depresi ketika putus cinta. Namun, saat dilihat dampak hubungan terhadap kesehatan mental, keadaannya terbalik. Pria lebih berpotensi terluka secara emosi oleh tekanan dari hubungan percintaan yang tidak harmonis



Menurut Simon, hubungan percintaan bagi pria merupakan satu-satunya sumber kedekatan vang dimilikinya dengan seseorang. Sebaliknya kaum hawa mempunyai berbagai jenis hubungan kedekatan, misalnya ikatan persahabatan sesama perempuan. (EP/HealthDay News/X-8)

Laki-laki boleh berbangga sebagai makhluk yang superior. Namun, khusus urusan patah hati, superioritas laki-laki mendadak hilang dan segera merasakan dampak psikologis yang begitu berat. Sejatinya, kondisi itu juga dirasakan kaum hawa, tapi tidak separah yang dirasakan kaum adam.

Perkembangan peradaban mengubah kondisi psikologis pria menjadi lebih sensitif ketika berbicara tentang hubungan. Di awal abad ke-20 misalnya, peneliti menemukan pria cenderung sulit menjalin hubungan dan kerap mengalami pasang surut hubungan ketimbang perempuan. Peneliti menduga, kecenderungan itu disebabkan perempuan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan teman dan keluarga. Sedangkan pria cenderung nyaman bersama pasangannya ketimbang teman atau keluarga.

Pakar sosiologi dari University College of London, Prof Melanie Bartley, menuturkan perempuan muda memiliki hubungan yang luas dengan teman dan keluarga dibandingkan dengan laki-laki. “Mereka (laki-laki) tidak bisa melakukan hal yang sama dan cenderung terisolasi. Pola persahabatan mereka bukanlah persoalan saling menyayangi melainkan cenderung kuat berkompetisi,” tukasnya seperti dikutip dari Telegraph, Kamis (10/6).

Merujuk pada sebuah survei, hubungan yang dialami pria beresiko menyebabkan stres berat. Survei itu justru mencatat perempuan jauh lebih pandai mengolah emosi guna menciptakan kebahagian.

Secara terpisah, Professor Robin Simon, peneliti dari Wake Forest University in North Carolina mengatakan pihaknya berhasil mengetahui keterkaitan antara hubungan romantis non-menikah dengan emosional yang terikat antara laki-laki dan perempuan dewasa. “Begitu mengejutkan, kami menemukan laki-laki muda lebih reaktif terhadap kualitas hubungan mereka,” tutur dia.

Sebelumnya, sebagian sosiolog menduga, hasil survei yang melibatkan 1.000 pasangan yang belum menikah dengan rantang usia 18-23 tahun ini sangat terpengaruh krisis ekonomi. Mereka berasumsi, ketika laki-laki sulit memperoleh kerja maka hal itu bakal berpengaruh terhadap hubungannya bersama pasangan.

Para lelaki mungkin bisa menunjukkan wajah tangguh kepada semua orang. Namun saat hubungan cinta mereka bermasalah, lelaki muda lebih menderita dibandingkan perempuan.

Pasang surut hubungan cinta, menurut temuan peneliti dari Wake Forest University di North Carolina, mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kesehatan mental lelaki dibandingkan perempuan. Temuan ini bertolak belakang dengan keyakinan umum.

Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Health and Social Behavior ini, peneliti melibatkan lebih dari 1.000 dewasa muda belum menikah berusia antara 18 dan 23. Studi ini, menurut peneliti Profesor Sosiologi Robin Simon, menentang asumsi yang telah lama dipegang teguh bahwa perempuan lebih rentan mengalami pasang surut emosi terkait hubungan.

Meskipun lelaki tangguh kadang-kadang mencoba memperlihatkan muka tangguh, mereka menghadapi efek emosi lebih besar akibat percintaan yang tidak bahagia. Hanya saja, terang Simon, lelaki mengekspresikan kesedihan mereka dengan cara yang berbeda.

“Temuan kami menyoroti kaitan antara hubungan cinta nonpernikahan dan kesehatan emosi di antara lelaki dan perempuan di ambang usia dewasa,” tutur Simon, seperti dikutip situs dailymail.co.uk, Rabu (9/6).

“Yang mengejutkan, kami menemukan bahwa lelaki muda lebih reaktif terhadap kualitas hubungan yang sedang berjalan.” Artinya, lanjut Simon, stres merugikan dari hubungan yang tidak mulus lebih berkaitan dengan kesehatan mental lelaki dibandingkan perempuan.

Apa pemicunya? Untuk lelaki muda, terang Simon, kekasih mereka seringkali menjadi orang terdekat. Berbeda dengan perempuan muda yang cenderung memiliki hubungan dekat dengan keluarga dan teman-teman.

Selain itu, terang Simon lagi, ketegangan dalam hubungan cinta bisa berkaitan dengan rendahnya kesejahteraan emosional. Pasalnya, ketegangan tersebut mengancam identitas dan harga diri lelaki.

Di samping itu, terang dia, lelaki dan perempuan menunjukkan kesedihan dengan cara berbeda. Perempuan mengekspresikan kesedihan dengan depresi. Sedang lelaki memperlihatkan tekanan emosional dengan masalah substansi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar